Ruta, di Bumi.
(Sepucuk surat dari gincu merah)
Dear, kekasih ku.
Surat ini ku tulis kala Senja (anak kita)
sedang bermain bersama bonekanya.
Tak ada angin, tak ada hujan, aku rindu kamu.
Di setiap harinya, kerjaan ku saat ini hanya merindu.
Cepatlah pulang sayangku.
Cepat redakan hujan rindu ini.
Cepat hangatkan tubuhku.
Cepatlah datang dengan raga mu yang utuh.
Aku menuliskan mu puisi.
Walau puisi ku tak bisa menyembuhkan rasa rindu ku, tak apa. Karena ku harap puisi ku bisa menggantikan kopi yang selalu kau nikmati setiap hari itu.
Tuan..
Merah gincu ku telah memalingkan mu
Semakin tebal gincu ku,
terpanahlah tuan ku..
Tuan..
Cemburu aku cemburu,
ketika tuan melirik
gincu tebal selain punyaku..
Kendati demikian..
Kau pernah mengecup ku
Memberi nyawa pada gincu ku
Menjadi si gincu "paling bahagia"
Aku ini bahagia,
Ketika mendapatkan tuan
si pembawa bahagia..
Tuanku, sayangku..
Bolehkah aku meminta waktu
berhenti pada pemilik semesta?
Agar dapat berlama-lama dengan
tuan si pembawa bahagia.
Sayang, gincu ku t'lah habis. Tolong bawakan aku gincu merah merona sembari kamu pulang, akan kuhabiskan lagi setelah itu bersama mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar